Kamis, 27 Mei 2010

Tugas Manajemen Ternak Perah Pupuk Kompos

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kotoran ternak sejauh ini masih dianggap sebagai limbah yang mampu mencemari lingkungan perkandangan. Padahal, kotoran sapi masih bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Dengan mengolah kotoran sapi, setidaknya ada keuntungan yang bisa didapat yaitu mengurangi resiko pencemaran lingkungan dan memperoleh produk yang bernilai dari pemanfaatan kotoran ternak misalnya kotoran ternak sapi.

Saat ini masyarakat masih kurang menyadari akan pentingnya upaya pengelolaan limbah peternakan yang dihasilkan sehingga terkesan tidak mau tahu. Kalaupun ada pihak yang berupaya menanganinya akan menjadi kurang efektif karena tidak mendapat dukungan dari pihak lain. Melihat kenyataan seperti itu timbullah suatu pertanyaan, bagaimana caranya mengelola limbah ternak agar selain tidak merusak lingkungan juga dapat memberikan keuntungan bagi sektor lain. Limbah peternakan yang dihasilkan ada yang berupa kotoran (pupuk kandang) ada pula yang berupa sisa-sisa makanan. Setiap usaha peternakan baik itu berupa sapi, ayam, kambing, kuda, maupun babi akan menghasilkan kotoran. Namun jangan salah, kotoran yang dihasilkan ternak tersebut ternyata memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga tidak salah bila para petani menggunakannya sebagai pupuk dasar.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kompos?

2. Bagaiman proses pembuatan kompos?

3. Apa saja yang terkandung dalam kotoran ternak?

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pupuk kompos?

5. Apa manfaat kompos?


PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompos

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan. Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu lama (Prihandini dan teguh, 2007).

Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran sapi dan bahan seperti serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos, selain ditambah serbuk gergaji, atau sekam, jerami padi dapat juga ditambahkan abu dan kalsit/kapur. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium, di samping itu kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos (Anonima , 2009).

B. Proses Pembuatan Kompos

Menurut Anonima (2008), prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi : 80 – 83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) : 5%, bahan pemacu mikroorganisame : 0.25%, abu sekam : 10% dan kalsit/kapur : 2%, dan juga boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25 %.

Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ¬+ 60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.

C. Bahan baku kompos

Menurut Djaja dkk. (2009), prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N. Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, misalnya serbuk gergaji, rumput sisa ransum. atau jerami menghasilkan kompos yang berguna untuk meningkatkan struktur tanah.

1. Kotoran Sapi Perah

Kotoran sapi perah umumnya banyak mengandung air dan nitrogen (N). Karena itu, kotoran sapi perlu dicampur dengan bahan lain yang mengandung tinggi karbon kering. Kompos yang dihasilkan berkualitas baik.

2. Serbuk Gergaji

Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya.

3. Rumput Sisa Ransum

Kandungan air rumput sisa ransum berada pada rentangan kering sampai sedang. Rumput sisa yang masih panjang sebaiknya dicacah menjadi lebih pendek agar fermentasi berjalan cepat. Rumput cacah sisa ransum mempunyai peluang dirombak dengan cepat. Rumput sisa menjadi sumber N yang baik. Dalam proses pengomposan timbunan dapat menjadi padat dan suasana menjadi anaerobik.

D. Kandungan Unsur Hara pada Limbah Kotoran Sapi

Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari. Seekor sapi muda kebiri akan memproduksi 15-30 kg kg kotoran per hari. Kotoran yang baru dihasilkan sapi tidak dapat langsung diberikan sebagai pupuk tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara lain adalah: 1) bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, 2) penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah, 3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya nya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah, 4) kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk (Anonimb, 2008).

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompos

Menurut Anonimb (2008), yang menyatakan bahwa agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Factor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi, temperature, dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.

1. Ukuran Bahan

Proses pengomposan akan lebih baik dan cepat bila bahan mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karen aitu, bahan yang ukurannya besar perlu dicacah atau digiling terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.bahan yang lebih kecil akan mudah didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Namun, ukurannya bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang mikroorganisme yang ada didalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.

2. Rasio C/N

Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi.

3. Kelembaban dan Aerasi

Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya. Sementara itu reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput airtersebut membutuhkan oksigen dan air. Karena itu dekomposisi bahan organic sangat tergantung dari kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang terdapat diabtara partikel bahan yang dikomposkan. Dekomposisi secara aerobic dapat terjadi pada kelembaban 30 -100% dengan pengadukan yang cukup. Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobic adalah 50 -60 % dengan tingkat terbaik 50 %. Namun sebenarnya kelembaban yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organic yang digunakan dalam campuran bahan kompos.

4. Temperature Pengomposan

Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam temperature yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Tempertur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 derajat Celsius. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperature optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis microorganisme yang terlibat. Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup cepat selama 3 -5 hari pertama dan temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature yang kurang dari 55 derajat selsius.selain itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif mengurai bahan organic. Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna. Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh mikroorganisme pathogen (bibit penyakit) menetralisir bibit Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14 pada suhu 65º C. Virus volio akan mati jika berada pada temperature 54º C selama 30 menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60º C pada waktu 60 menit. Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 º C dalam waktu 60 menit protein microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan temperatur yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut turut. Untuk mempertahankan temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan mentah. Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 – 1,2 dan tinggi maximum adalah 1,5 – 1,8 m. tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai. Selain itu,microorganisme pathogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan pada bahan dan temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi. Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52 derajat Celsius. Keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan.

5. Derajat Keasaman (pH) Pengomposan

Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organic menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan kompos.

6. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan

Mikroorganisme merupakan factor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme,terutama bakteri, jamur dan actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah.pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10–45ºC) mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperatur tinggi (45–65 º C) pada temperatur tumpukan kompos kurang dari 45 proses pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik. Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

F. Manfaat Kompos

Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Anonimc , 2009).

Menurut Anonimc (2009), kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.

PENUTUP

Kesimpula

Berdasarkan pembahasan dari makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pupuk kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan.

2. Proses pembuatan kompos yaitu kotoran sapi, serbuk gergaji, abu gosok, dicampur dan diberi air yang sebelumnya sedah tercampur dengan EM4, lalu kompos tersebut ditutup. Kemudian kompos dipindahkan ke lokasi lain dan selalu diaduk.

3. Bahan baku kompos yaitu terdiri dari kotoran sapi, serbuk gergaji dan sisa rumput.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pupuk kompos, yaitu ukuran bahan, rasio C/N, kelembaban dan aerasi, temperatur pengomposan, derajat keasaman (pH) pengomposan, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimb . 2008. Faktor yang Mempengaruhi Laju Pengomposan. www.petrokimia-gresik.com. Diakses pada tanggal 24 April 2010.

Anonimc . 2009. Manfaat Kompos. http://kompos-organik.blogspot.com/2009/03/manfaat-kompos.html. diakses pada Tanggal 17 Mei 2010.

Djaja, dkk. 2009. Cara Mudah Membuat Kompos dari Kotoran Sapi perah, Rumput Sisa Ransum, dan Serbuk Gergaji.

Prihandini, dan Teguh. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Pupuk kompos Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.