Jumat, 27 Juni 2014

Pengalaman di Angkot dengan seorang Ibu yang sakit Stroke...



He, baru sempat ngeposting blog lagi nih soalnya akhir2 ini lagi sibuk dengan kerjaan... hehehhehe
pengen cerita ajah tentang pengalaman saya di angkot waktu masih kuliah semester akhir Juni 2 tahun yang lalu.....  
Ceritanya kayak gini nih,, coba lanjut baca ajah yah.... harapanku smoga ada yang bisa dipetik dari ceritanya... ehhhehehe




Pagi2 sy berangkat ke kampus dengan tujuan untuk konsultasi dengan pembimbing... di tengah perjalanan ada seorang ibu yang umurnya separuh baya yang mau naik angkot juga,,,, ibu tersebut berusaha untuk naik ke angkot bangku depan samping sopir. Namun dia tidak punya kekuatan untuk itu. Dia berusaha untuk naik, tapi tidak berhasil juga,,,, sampai2 kepalanya terbentur di pintu mobil. Sopirnya pun marah-marah, ‘ di belakang mi saja bu klo tidak bisa naik disini”...
 
Ibu tersebut tetap berusaha dan berkata; “kalau saya di belakang saya bisa jatuh karena saya terkena stroke”.  “Kalau begitu nda usah mi naik mobil ini bu, mobil lain mi saja”. Balas dari sopir dengan nada yang meninggi..

Astagfirullah, saya kaget mendengar dan melihat kejadian tersebut, saya pun bergegas menolong ibu tersebut, tapi sebelum saya menolongnya ibu tersebut telah mengurungkan niatnya untuk duduk di samping sopir dan memutuskan untuk duduk di kursi belakang...
Ya Allah, sedih meilhat kejadian tersebut. dalam benak saya, : tidak adakah keluarganya yang bisa mengantar ibu tersebut, padahal ibu itu mau ke rumah sakit untuk berobat?’

Bagi yang sempat membaca blog ini, jagalah kesehatan kita yang telah diberikan Allah ke kita, karena kalau kita terkena penyakit, kita sudah tidak punya kekuatan lagi, beruntung kalau keluarga atau teman2 kita tetap ada untuk kita.... dan tetaplah bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Allah karena dengan bersyukur kita bisa memaknai hidup ini dan menata hidup kita menjadi lebih baik lagi....
Sekian!!!!









Jumat, 17 Januari 2014

Untuk apa kita hidup?



Di saat waktu senggang sering terlintas di pikiranku sebenarnya untuk apa aku hidup di dunia ini?
Berawal dari bayi yang masih dalam kandungan hingga ditunggu-tunggu kelahirannya untuk segera melihat dunia ini. Setelah dilahirkan tumbuh menjadi balita, masa kanak-kanak. Kemudian memasuki sebuah sekolah yang mengajarkan kita bagaimana kehidupan bermasyarakat. Dari dunia pendidikan di sekolah yang membentuk kepribadian kita. Masa kecil yang diisi dengan belajar sementara kadang bermain pun susah karena harus belajar.
Seiring dengan berjalannya waktu mengenyam pendidikan SD, SMP, SMA, kuliah dan akhirnya mendapat gelar Sarjana.
Setelah mendapat gelar akhirnya mencoba untuk melamar kerja. Bersama teman-teman mencari perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Hari-hari dilalui seperti itu dengan mengirimkan berkas lamaran kerja baik melalui e-mail maupun diantar langsung ke perusahaannya.
Setelah melewati test masuklah menjadi staff. Merintis karir dengan berusaha professional. Tenggelam dengan tumpukan kerjaan. Kadang stress kadang senang. Orang bekerja tentunya untuk mencari uang. Uang banyak membuat kita semakin dihargai oleh orang lain. Seperti itulah kenyataannya sekarang.
Setelah kerja harus memikirkan untuk kuliah lagi. Pengen karir menanjak terus. Uh, manusia memang ga pernah puas selalu mau di atas dan di atas. Tapi apa yang terjadi ketika semua yang kita inginkan untuk selalu berada di atas malah yang didapat sebaliknya. Karir yang dulunya cemerlang menjadi redup. Yang dulunya orang-orang datang berkumpul untuk menjadi teman, tapi sekarang malah menjauh. Kita jadi hidup sendiri. Yang sebelumnya apa-apa bisa terbelikan tapi sekarang sesuap nasi pun tak sanggup mendapatkannya. Dengan kejadian seperti itu, apakah kita tetap sabar atau malah membuat kita semakin jauh kepada-Nya dan menganggap kehidupan ini begitu tidak adil. Apakah kita merasa kalau kita hidup di dunia sebagai sampah masyarakat saja karena kita merasa sudah tidak berguna lagi. Hari-hari dilalui dengan merasa bahwa waktu itu lambat sekali jalannya. Akhirnya terserang penyakit dan mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup dari keterpurukan ini dengan sia-sia.
Dengan merenungi hal tersebut. Saya tidak mau seperti itu, saya mau hidup saya bermakna. Saya harus punya orientasi hidup yang tidak hanya mementingkan kehidupan dunia, tetapi orientasi hidup saya dengan menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Karena semua kita sadari bahwa kehidupan kita akan berakhir. Lihatlah setiap hari baik di lingkungan kita maupun di media selalu ada berita kelahiran dan kematian. Artinya di dunia ini kalau ada permulaan pasti ada akhirnya. Begitu pun dengan diri saya. Setelah saya dilahirkan dan merasakan hidup tentu suatu saat nanti entah kapan kehidupan saya akan berakhir. Tentunya saya berharap berakhir dengan keadaan yang baik. Tentu tidak hanya diucapkan tetapi harus ada tindakan. Orientasi saya supaya bisa mencapai kesuksesan dunia akhirat : selalu mendoakan orang tua saya karena amalan yang tidak pernah putus adalah doa anak saleh untuk ibu bapaknya.karena itulah hal yang paling dibutuhkan orang tua ketika menghadap ke Ilahi. Berusaha keras untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Selalu berusaha untuk tangan berada di atas yaitu dengan membantu sesama dan bermanfaat buat orang lain sehingga waktu kita tidak terbuang sia-sia dan akan terbentuk persahabatan yang hangat dengan sesama, berusaha menikmati hidup ini dengan selalu berucap syukur, bekerja dan menyediakan waktu untuk refreshing. Ketika ada suatu masalah selalu mencarikan solusi, tidak menghadapinya dengan emosi karena sadar atau tidak setiap tindakan yang kita lakukan selalu ada dampaknya dan kita harus bersiap dengan dampaknya yang tidak hanya siap menghadapinya tetapi bersiap dengan tindakan apa yang bisa menjadi solusinya.
Kadang aku ragu, apakah saya bisa melakukan seperti itu, tapi selalu kucoba untuk meyakinkan diri kalau aku pasti bisa.
Hidup harus lebih bermakna. Semangat! Ya Allah lindungilah aku dan semoga hidupku bisa kumanfaatkan buat sesama dan akhiri hidupku dengan keadaan khusnul khotimah.